وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Allah tidak akan menyiksa mereka selama kamu ada di tengah mereka. Dan Allah tidak akan menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun.”(QS. al-Anfal: 33).
Ayat ini berbicara tentang tantangan orang musyrikin quraisy, diantaranya Abu Jahal yang mengharap datangnya siksa jika memang mereka terbukti bersalah. Mereka menantang dengan sombong:
وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Ingatlah, ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (QS. al-Anfal: 32)
Anda bisa perhatikan, orang musyrik sejahat itu, Allah tunda hukumannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada di tengah mereka. Sehingga beliau menjadi sebab, Allah tidak menurunkan adzab. Itulah sebab pertama.
Sebab kedua adalah memperbanyak istighfar. Memohon ampun kepada Allah. Karena Dia menjamin, ‘Allah tidak akan menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun’
Suudzan Pada Diri Sendiri
Ketika kita mendapatkan musibah, atau kondisi yang tidak nyaman dalam hidup kita, ada beberapa kemungkinan sebabnya. Bisa jadi karena Allah menghukum kita, agar menjadi kafarah bagi dosa kita. Bisa juga karena Allah mencintai kita dengan menguji kita dalam rangka meninggikan derajat kita.
Apapun itu, sikap yang lebih tepat adalah mengedepankan suudzan kepada diri sendiri. Berburuk sangka dan meyakini, adanya musibah ini disebabkan dosa yang kita lakukan. Dan itulah yang Allah ajarkan dalam al-Quran,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Semua musibah yang menimpa kalian, itu disebabkan kemaksiatan yang kalian lakukan. Dan Dia telah mengampuni banyak dosa.” (QS. as-Syura: 30).
Oleh karena itu, para ulama menyarankan agar kita memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah, terutama ketika sedang mendapatkan musibah dan kondisi hidup yang tidak nyaman.
Imam Hasan al-Bashri perdah didatangi 3 orang dengan keluhan yang berbeda, di waktu yang berbeda.
Orang pertama datang, mengeluhkan kemarau panjang dan lama tidak hujan. Beliau hanya menyarankan, ‘Perbanyak istighfar.’
Datang orang kedua, mengeluhkan istrinya yang mandul, tidak punya anak. Beliau hanya menyarankan yang sama, ‘Perbanyak istighfar.’
Datang orang ketiga, mengeluhkan rizkinya yang sulit. Beliau kembali menyarankan, ‘Perbanyak istighfar.’
Seketika itu, ada jamaah yang keheranan,
!!عجبنا لك يا إمام أكلما دخل عليك رجل يسألك حاجة تقول له استغفر الله
Anda sungguh mengherankan, wahai imam. Setiap ada orang yang mengeluhkan masalahnya kepada anda, anda hanya memberi jawaban, ‘Perbanyak istighfar.’!!
Jawab Imam al-Hasan,
ألم تقرأ قوله تعالى: فقلت استغفروا ربّكم إنّه كان غفّارا*يُرسل السّماء عليكم مدرارا*ويمددكم بأموال وبنين ويجعل لكم جنّات ويجعل لكم أنهارا
Tidakkah kamu membaca firman Allah,
فقلت استغفروا ربّكم إنّه كان غفّارا*يُرسل السّماء عليكم مدرارا*ويمددكم بأموال وبنين ويجعل لكم جنّات ويجعل لكم أنهارا
“Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).
Sungguh beruntung, mereka yang catatan amalnya banyak istighfarnya.
Dari Abdullah bin Busr Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُوبَى لِمَنْ وَجَدَ فِى صَحِيفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيرًا
“Sunngguh beruntung bagi orang yang mendapatkan dalam buku catatan amalnya, banyak istighfar.” (HR. Ibn Majah 3950, dan dishahihkan al-Albani).(muslimah).